Mereka manusia sublim yang pura-pura merdeka, padahal terpenjara oleh keinginan ejakulasinya," kata Nietzsche dalam Zarathustra
Baca Juga :"Mereka yang membela negara dengan berharap imbalan, pada akhirnya akan menjadi pengkhianat"
Dalam novel Frankenstein, Mary Wollstonecraft Shelley menulis lirih: "Mungkin, dinilai tidak senonoh dalam diri saya untuk tampil pada kesempatan ini; tetapi ketika saya melihat kepengecutan dari teman-temannya, izinkan saya untuk berbicara agar dapat mengatakan apa yang saya ketahui tentang karakter mereka yang awalnya berpura-pura membela. Namun, ketika tidak mendapatkan apa yang mereka harap dari sang pemimpin, pada akhirnya mereka menghujat dan mengkhianat."
Tentu saja Shelley tidak menulis tentang apa yang terjadi hari ini di Indonesia, sebaliknya dia menulis tentang Frankenstein yang berusaha menghancurkan apapun yang tadinya disayangi. Hasrat kadang membuat manusia bisa berwujud apa saja. Kepura-puraan adalah replika yang imitatif. Banyak orang yang membela presiden Jokowi pada awalnya, ketika harap tidak didapat, dia menyerang membabi buta. Atau setidaknya ketika di masa Jokowi, dia kehilangan jabatannya - lalu pemerintah adalah lawan yang harus dibabat selumat mungkin.
Banyak yang membela karena berharap, banyak juga yang kecewa lalu berkhianat. Berbalik arah. Tapi politik memang tidak selalu sesederhana soal tanam dan tuai. Ia kalkulasi yang rumit. Ketika anda tidak tertera dalam tombol kalkulator maka tidak akan pernah masuk hitungan. Seheroik apapun membela, meski kehebatan itu berasal dari seberang benua dengan gaji dolar universitas ternama, tapi rasa jumawa itu yang kemudian justru membuka rahasia. Luapan kecewa dan aksi buang muka itulah yang membuka keasliannya; mengapa sampai saat ini tidak ada di dalam tombol mesin hitung.
"Mereka manusia sublim yang pura-pura merdeka, padahal terpenjara oleh keinginan ejakulasinya," kata Nietzsche dalam Zarathustra.
Mereka yang selalu berharap akan kecewa, sedang mereka yang tanpa pamrih akan terus bergulir apa adanya. Karena bela membela tidak selalu urusan imbal jasa, tapi juga karena cinta. Jika kita membela presiden dan pemerintah, itu karena lekat dengan representasi kedaulatan negara. Kita mencintai negara ini. Sepanjang tidak merugikan negara, urusan anak-anak presiden adalah mutlak urusan pribadi dan dapurnya. Negara bukan infotainment.
Penulis : DjP
![]() |
Membela Kedaulatan Negara Tanpa Syarat. Photo by Tom Fisk.Via Paxels.com |