Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri dan lingkungan sekitar dengan bersama ikut membangun bangsa
Baca Juga :Semua memandang peran mencerdasakan bangsa adalah tugas seorang pendidik (guru), padahal peran itu merupakan tugas kita semua, baik peran millennial atau generasi Z. Setiap elemen masyarakat dimulai dari anak-anak hingga lansia dengan masing-masing profesi atau status yang sedang dijalaninya sama-sama berkewajiban untuk ikut andil dalam upaya mengembangkan pendidikan. Muda atau tua, ibu atau anak, perempuan atau laki-laki, mertua atau menantu, orang kaya atau miskin, pengusaha atau pengangguran semuanya memiliki tujuan yang sama meskipun peran yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan yang dimilikinya.
Peran pasti sejalan dengan kemampuan. Tuhan pasti menyelipkan beribu kemampuan dalam setiap diri manusia, karena manusia diciptakan dengan paket lengkap yang terdiri dari akal, hati, jiwa, raga yang disusun dengan sempurna dan berfungsi dengan sangat baik. Oleh karena itu, kewajiban tidak semata-mata hadir dengan sendirinya, melainkan hadir karena adanya ruang yang bisa ditampung oleh setiap yang bernyawa. Hal ini menunjukkan bahwa peran/kewajiban mencerdaskan bangsa menjadi milik kita semua.
Peran generasi Z yang masih menjadi seorang bayi secara langsung memang belum mampu ikut andil dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, namun secara tidak langsung ia sudah menjalankan perannya untuk menjadi penerus bangsa yang cerdas. Secara kasat mata peran ini dilakukan bayi sebagian besar secara naluriah (dengan sendirinya) tanpa adanya pengetahuan atau kesadaran, tetapi tetap diperlukannya faktor pendukung (orang tua dan lingkungan), misalnya kemampuan untuk melihat, tengkurap, merangkak, berdiri, berbicara, berjalan dan berlari. Jika seorang bayi hanya bisa merangkak, maka ia berperan untuk merangkak menjelajahi lingkungan kamar/rumahnya untuk menemukan hal-hal baru untuk mencari stimulus agar indra-indra dan akalnya bisa merespon stimulus tersebut. Semua hal yang dilakukan oleh generasi z yang masih bayi ini merupakan modal pertama dan utama manusia untuk menjadi generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter.
Jika seorang anak sudah memiliki kemampuan membaca, maka ia bisa membaca buku cerita, buku bergambar, tulisan di dinding, bahkan tulisan yang ada pada bungkus snack sehingga ia mendapatkan banyak wawasan, ide kreatif, inovatif dan menemukan tujuan sederhananya (cita-cita) sehingga menjadi pribadi yang berkarakter baik dan benar. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa generasi z yang masih menjadi seorang anak telah menjalankan perannya untuk untuk menjadi pribadi yang cerdas dan berkarakter.
Sebagian besar para remaja (generasi z) menyukai bermain. Hakikatnya permainan itu bukanlah hal yang percuma dan sia-sia, melainkan salah satu jalan yang sesuai dengan perkembangan remaja. Permainan bisa menjadikan mereka menjadi pribadi yang cerdas dan berkarakter, jika permainan tersebut bisa dimanfaatkan secara baik dan benar apalagi didukung dengan perkembangan teknologi yang pesat di Era Revolusi Industri 4.0 yang banyak menghasilkan pabrik cerdas. Maka hal ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa para remaja memiliki ruang peran yang besar untuk menjadi bangsa yang cerdas yang nantinya mampu mencerdaskan bangsa.
Masyarakat dewasa yang hendak menikah (para generasi x dan y) pasti memilih pasangan hidupnya dengan baik, benar dan sesuai. Pernikahan/Rumah tangga tidak melulu soal dia,cinta dan materi melainkan semua persoalan selama ia berada dimuka bumi. Semua orang mengharpkan memiliki pasangan yang tampan/cantik, kaya, memiliki pangkat dan memiliki keturunan yang baik, tetapi permaslahan dalam rumah tangga tidak bisa diselesaikan dengan semua itu, melainkan oleh sepasang insan yang berakal dan beragama. Rupa akan berubah dimakan usia, harta habis digunakan, tahta bisa bergulir dan keturunan kebanyakan hanya menjadi komsumsi public (eksistensi) meskipun sedikit banyaknya berpengaruh terhadap gen. Maka dari itu rekomendasi yang banyak ditawarkan ialah memilih pasangan yang beragama dan berakal. Memilih pasangan yang baik, benar dan tepat bisa dijadikan pupuk awal untuk melahirkan generasi yang cerdas berkarakter dan bisa dijadikan partner untuk mencerdaskan keturunannya (khususnya) dan bangsanya (umumnya).
Tugas mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya kewajiban seorang pendidik di sekolah (guru), melainkan kewajiban orang tuanya dirumah. Seseorang yang sedang mengemban amanah sebagai orang tua, ia bisa membantu para pendidik untuk mencerdasakan bangsa minimalnya terhadap anaknya sendiri dirumah. Orang tua bisa melakukan koordinasi dan ikut andil dengan pihak sekolah untuk bergotong royong menjadikan mereka insan yang beriman, bertaqwa, berakal dan berkarakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Orang tua yang sudah tidak memiliki anak yang bersekolah (dewasa/diatas 19 Tahun) maka ia bisa membantu anaknya mencari pasangan yang baik, benar dan sesuai. Jika hal ini dilakukan, secara tidak langsung, mereka telah mempersiapkan sepasangan manusia yang nantinya akan melahirkan generasi cerdas. Dan jika orang tua sudah menjadi kakek-nenek (lansia) tetapi masih memiliki kemampuan dan kekuatan untuk melakukan aktivitas, maka ia bisa membantu anak cucu dalam kehidupannya meskipun hanya sebatas menggendong cucu di sore hari mengelilingi kampung halaman atau berkumpul dimalam hari sambil membacakan cerita “sikancil” dengan harapan mereka bisa mendapatkan kebaikan didalamnya. jika dilihat secara langsung mungkin yang dilakukan orang tua demi kebaikan anak-anaknya, padahal secara tidak langsung, yang dilakukan oleh para orang tua adalah untuk kecerdasan bangsanya.
Baik terlahir pada generassi X,Y ataupun Z, sama-sama bisa melakukan kontribusi untuk menjadi pribadi/bangsa yang cerdas dan berkarakter bahkan mampu ikut andil mencerdaskan bangsa dengan kemampuan yang dimiliki, yang disesuaikan dengan fase perkembangannya, status sosialnya hingga profesi yang sedang dijalaninya dan didukung dengan pemanfaatan perkembangan teknologi di Era Revolusi Industri 4.0, karena yang terpenting dari semua hal itu adalah bagaimana kita bisa bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri dan lingkungan sekitar dengan ikut berpartisipasi dalam upaya membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan berkarakter.
Penulis : Ima Hilmayanti
Peran pasti sejalan dengan kemampuan. Tuhan pasti menyelipkan beribu kemampuan dalam setiap diri manusia, karena manusia diciptakan dengan paket lengkap yang terdiri dari akal, hati, jiwa, raga yang disusun dengan sempurna dan berfungsi dengan sangat baik. Oleh karena itu, kewajiban tidak semata-mata hadir dengan sendirinya, melainkan hadir karena adanya ruang yang bisa ditampung oleh setiap yang bernyawa. Hal ini menunjukkan bahwa peran/kewajiban mencerdaskan bangsa menjadi milik kita semua.
Peran generasi Z yang masih menjadi seorang bayi secara langsung memang belum mampu ikut andil dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, namun secara tidak langsung ia sudah menjalankan perannya untuk menjadi penerus bangsa yang cerdas. Secara kasat mata peran ini dilakukan bayi sebagian besar secara naluriah (dengan sendirinya) tanpa adanya pengetahuan atau kesadaran, tetapi tetap diperlukannya faktor pendukung (orang tua dan lingkungan), misalnya kemampuan untuk melihat, tengkurap, merangkak, berdiri, berbicara, berjalan dan berlari. Jika seorang bayi hanya bisa merangkak, maka ia berperan untuk merangkak menjelajahi lingkungan kamar/rumahnya untuk menemukan hal-hal baru untuk mencari stimulus agar indra-indra dan akalnya bisa merespon stimulus tersebut. Semua hal yang dilakukan oleh generasi z yang masih bayi ini merupakan modal pertama dan utama manusia untuk menjadi generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter.
Jika seorang anak sudah memiliki kemampuan membaca, maka ia bisa membaca buku cerita, buku bergambar, tulisan di dinding, bahkan tulisan yang ada pada bungkus snack sehingga ia mendapatkan banyak wawasan, ide kreatif, inovatif dan menemukan tujuan sederhananya (cita-cita) sehingga menjadi pribadi yang berkarakter baik dan benar. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa generasi z yang masih menjadi seorang anak telah menjalankan perannya untuk untuk menjadi pribadi yang cerdas dan berkarakter.
Sebagian besar para remaja (generasi z) menyukai bermain. Hakikatnya permainan itu bukanlah hal yang percuma dan sia-sia, melainkan salah satu jalan yang sesuai dengan perkembangan remaja. Permainan bisa menjadikan mereka menjadi pribadi yang cerdas dan berkarakter, jika permainan tersebut bisa dimanfaatkan secara baik dan benar apalagi didukung dengan perkembangan teknologi yang pesat di Era Revolusi Industri 4.0 yang banyak menghasilkan pabrik cerdas. Maka hal ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa para remaja memiliki ruang peran yang besar untuk menjadi bangsa yang cerdas yang nantinya mampu mencerdaskan bangsa.
Masyarakat dewasa yang hendak menikah (para generasi x dan y) pasti memilih pasangan hidupnya dengan baik, benar dan sesuai. Pernikahan/Rumah tangga tidak melulu soal dia,cinta dan materi melainkan semua persoalan selama ia berada dimuka bumi. Semua orang mengharpkan memiliki pasangan yang tampan/cantik, kaya, memiliki pangkat dan memiliki keturunan yang baik, tetapi permaslahan dalam rumah tangga tidak bisa diselesaikan dengan semua itu, melainkan oleh sepasang insan yang berakal dan beragama. Rupa akan berubah dimakan usia, harta habis digunakan, tahta bisa bergulir dan keturunan kebanyakan hanya menjadi komsumsi public (eksistensi) meskipun sedikit banyaknya berpengaruh terhadap gen. Maka dari itu rekomendasi yang banyak ditawarkan ialah memilih pasangan yang beragama dan berakal. Memilih pasangan yang baik, benar dan tepat bisa dijadikan pupuk awal untuk melahirkan generasi yang cerdas berkarakter dan bisa dijadikan partner untuk mencerdaskan keturunannya (khususnya) dan bangsanya (umumnya).
Tugas mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya kewajiban seorang pendidik di sekolah (guru), melainkan kewajiban orang tuanya dirumah. Seseorang yang sedang mengemban amanah sebagai orang tua, ia bisa membantu para pendidik untuk mencerdasakan bangsa minimalnya terhadap anaknya sendiri dirumah. Orang tua bisa melakukan koordinasi dan ikut andil dengan pihak sekolah untuk bergotong royong menjadikan mereka insan yang beriman, bertaqwa, berakal dan berkarakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Orang tua yang sudah tidak memiliki anak yang bersekolah (dewasa/diatas 19 Tahun) maka ia bisa membantu anaknya mencari pasangan yang baik, benar dan sesuai. Jika hal ini dilakukan, secara tidak langsung, mereka telah mempersiapkan sepasangan manusia yang nantinya akan melahirkan generasi cerdas. Dan jika orang tua sudah menjadi kakek-nenek (lansia) tetapi masih memiliki kemampuan dan kekuatan untuk melakukan aktivitas, maka ia bisa membantu anak cucu dalam kehidupannya meskipun hanya sebatas menggendong cucu di sore hari mengelilingi kampung halaman atau berkumpul dimalam hari sambil membacakan cerita “sikancil” dengan harapan mereka bisa mendapatkan kebaikan didalamnya. jika dilihat secara langsung mungkin yang dilakukan orang tua demi kebaikan anak-anaknya, padahal secara tidak langsung, yang dilakukan oleh para orang tua adalah untuk kecerdasan bangsanya.
Baik terlahir pada generassi X,Y ataupun Z, sama-sama bisa melakukan kontribusi untuk menjadi pribadi/bangsa yang cerdas dan berkarakter bahkan mampu ikut andil mencerdaskan bangsa dengan kemampuan yang dimiliki, yang disesuaikan dengan fase perkembangannya, status sosialnya hingga profesi yang sedang dijalaninya dan didukung dengan pemanfaatan perkembangan teknologi di Era Revolusi Industri 4.0, karena yang terpenting dari semua hal itu adalah bagaimana kita bisa bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri dan lingkungan sekitar dengan ikut berpartisipasi dalam upaya membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan berkarakter.
Penulis : Ima Hilmayanti