Lagi-lagi upaya penegakan hukum di Indonesia kembali harus dipermalukan dengan adanya sebuah peristiwa yang mempertontonkan kepada masyaraka...
Baca Juga :Lagi-lagi upaya penegakan hukum di Indonesia kembali harus dipermalukan dengan adanya sebuah peristiwa yang mempertontonkan kepada masyarakat lewat media bagaimana seorang Djoko Tjandara yang merupakan buron kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali yang merugikan negara Rp. 940 miliar bisa dengan bebas keluar masuk wilayah Indonesia dan pemerintah seolah tutup mata dengan hal tersebut.
Magis Djoko Tjandra
Magis dari Djoko Tjandra yang membuat banyak masyarakat heran adalah ini adalah bagaimana ketika pada tahun 2009 Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko Tjandra dengan pidana penjara 2 tahun, Direktur PT. Era Giat Prima tersebut berhasil kabur ke Papua Nugini sebelum dieksekusi, dan kemudian mendapat hak sebagai warga negara Papua Nugini.
Tak hanya itu, jejak Djoko Tjandra masuk ke Indonesia dan membuat sistem birokrasi seolah diacak, dimulai dari tanggal 8 Juni 2020, KTP Djoko Tjandra dibuat dalam waktu setengah Jam, kemudian Paspor yang jadi hanya dalam waktu 1 hari, yang mana pengajuan pembuatan paspor pada tanggal 22 Juni dan kemudian terbit pada tanggal 23 Juni. Sistem birokrasi yang terakhir diacak oleh magis Djoko Tjandra adalah dari lembaga Kepolisian, dimana atas inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra mendapatkan surat jalan khusus kepolisian, padahal surat tersebut hanya digunakan untuk kepolisian.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, yang lebih mengherankan lagi, ditengah adanya wacana untuk membubarkan 18 Lembaga Negara untuk efesiensi anggaran yang di cetuskan oleh Presiden RI, Joko Widodo dalam sidang kabinet pada tanggal 18 bulan juni lalu, malah kali ini Menkopolhukam, Mahfud MD berinisiatif untuk membentuk Tim Pemburu Koruptor sebagai efek dari kasus Djoko Tjandra ini.
Inisiatif Menghidupkan Lagi Tim Pemburu Koruptor
Tentu bukan tanpa dasar inisiatif tersebut dilaksanakan, menurut informasi dan statement dari Mahfud MD sendiri dalam instagram pribadinya menyebutkan bahwa Instruksi Presiden yang menjadi payung hukum dihidupkannya lagi Tim Pemburu Koruptor. Tim tersebut nantinya akan diisi dari perwakilan sejumlah lembaga negara, diantaranya Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkumham dan Kemendagri, yang tugas utamanya adalah untuk memburu tersangka terpidana koruptor yang melarikan diri, bersembunyi atau disembunyikan.
Secara historis, tim pemburu koruptor ini pada awalnya dibentuk pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004. Pada waktu itu Tim tersebut berisi dari perwakilan dari beberapa lembaga negara yakni diantaranya adalah Kementrian Hukum Dan HAM, Kejaksaan Agung, Kementrian Luar Negeri, Serta Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Sampai akhir masa pemerintahan Presiden SBY, tim pemburu koruptor tersebut hanya bisa memulangkan 4 dari 16 orang terpidana korupsi yang buron.
Pertimbangan Dan Saran
Tentu yang menjadi pertanyaan adalah untuk apa membentuk lagi lembaga baru jika sudah ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ? dan Apa Tolak ukur atau parameter yang menjadi pertimbangan untuk dihidupkannya lagi Tim Pemburu Koruptor?. Reaksi atas upaya untuk menghidupkan lagi lembaga tersebut dengan cepat menyeruak dari masyarakat dan salah satunya yaitu dari Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Paryitno yang menyebutkan bahwa Terlampau banyak instrumen penangkap koruptor justru tidak efektif. Cukup Komisioner dan Penyidik (KPK) yang sudah ada.
Sependapat dengan hal tersebut, sebaiknya Menkopolhukam mengefektifkan tugas dan fungsi yang ada dari KPK untuk memburu koruptor yang buron dan memperkuat koordinasi antar lembaga penegak hukum sehingga tujuan utama dalam pemberantasan korupsi dapat terlaksana dengan lebih efisien serta menghemat anggaran negara dan menghindari kemungkinan adanya tumpang tindih kewenangan.
Selain Djoko Tjandra,jangan lupa Harun Masikun.
Sehat Selalu Hukum Indonesiaku.
Baca Juga :
![]() |
Via Nasional.kompas.com |
Magis dari Djoko Tjandra yang membuat banyak masyarakat heran adalah ini adalah bagaimana ketika pada tahun 2009 Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko Tjandra dengan pidana penjara 2 tahun, Direktur PT. Era Giat Prima tersebut berhasil kabur ke Papua Nugini sebelum dieksekusi, dan kemudian mendapat hak sebagai warga negara Papua Nugini.
Tak hanya itu, jejak Djoko Tjandra masuk ke Indonesia dan membuat sistem birokrasi seolah diacak, dimulai dari tanggal 8 Juni 2020, KTP Djoko Tjandra dibuat dalam waktu setengah Jam, kemudian Paspor yang jadi hanya dalam waktu 1 hari, yang mana pengajuan pembuatan paspor pada tanggal 22 Juni dan kemudian terbit pada tanggal 23 Juni. Sistem birokrasi yang terakhir diacak oleh magis Djoko Tjandra adalah dari lembaga Kepolisian, dimana atas inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra mendapatkan surat jalan khusus kepolisian, padahal surat tersebut hanya digunakan untuk kepolisian.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, yang lebih mengherankan lagi, ditengah adanya wacana untuk membubarkan 18 Lembaga Negara untuk efesiensi anggaran yang di cetuskan oleh Presiden RI, Joko Widodo dalam sidang kabinet pada tanggal 18 bulan juni lalu, malah kali ini Menkopolhukam, Mahfud MD berinisiatif untuk membentuk Tim Pemburu Koruptor sebagai efek dari kasus Djoko Tjandra ini.
![]() |
Via Katadata.co.id |
Tentu bukan tanpa dasar inisiatif tersebut dilaksanakan, menurut informasi dan statement dari Mahfud MD sendiri dalam instagram pribadinya menyebutkan bahwa Instruksi Presiden yang menjadi payung hukum dihidupkannya lagi Tim Pemburu Koruptor. Tim tersebut nantinya akan diisi dari perwakilan sejumlah lembaga negara, diantaranya Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkumham dan Kemendagri, yang tugas utamanya adalah untuk memburu tersangka terpidana koruptor yang melarikan diri, bersembunyi atau disembunyikan.
Secara historis, tim pemburu koruptor ini pada awalnya dibentuk pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004. Pada waktu itu Tim tersebut berisi dari perwakilan dari beberapa lembaga negara yakni diantaranya adalah Kementrian Hukum Dan HAM, Kejaksaan Agung, Kementrian Luar Negeri, Serta Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Sampai akhir masa pemerintahan Presiden SBY, tim pemburu koruptor tersebut hanya bisa memulangkan 4 dari 16 orang terpidana korupsi yang buron.
Pertimbangan Dan Saran
Tentu yang menjadi pertanyaan adalah untuk apa membentuk lagi lembaga baru jika sudah ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ? dan Apa Tolak ukur atau parameter yang menjadi pertimbangan untuk dihidupkannya lagi Tim Pemburu Koruptor?. Reaksi atas upaya untuk menghidupkan lagi lembaga tersebut dengan cepat menyeruak dari masyarakat dan salah satunya yaitu dari Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Paryitno yang menyebutkan bahwa Terlampau banyak instrumen penangkap koruptor justru tidak efektif. Cukup Komisioner dan Penyidik (KPK) yang sudah ada.
Sependapat dengan hal tersebut, sebaiknya Menkopolhukam mengefektifkan tugas dan fungsi yang ada dari KPK untuk memburu koruptor yang buron dan memperkuat koordinasi antar lembaga penegak hukum sehingga tujuan utama dalam pemberantasan korupsi dapat terlaksana dengan lebih efisien serta menghemat anggaran negara dan menghindari kemungkinan adanya tumpang tindih kewenangan.
Selain Djoko Tjandra,jangan lupa Harun Masikun.
Sehat Selalu Hukum Indonesiaku.
Baca Juga :