Pengelolaan dana desa harus dilakukan secara bijak dan benar agar kita tidak mencari perkara baru setelah pandemi Covid-19 ini berlalu.
Baca Juga :Indonesia ditetapkan menjadi darurat COVID 19 sejak 2 Maret 2020 lalu. Penetapan ini sekaligus membawa dampak yang rumit bagi pembangunan, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. Dampak yang paling nyata dan merugikan banyak pihak adalah bidang perekonomian. Saat ini perekonomian dunia anjlok. Perusahan-perusahan besar harus PHK para pekerja guna mencegah penyebaran COVID 19. Lantas, untuk menyikapi hal ini Presiden Jokowi, mengucurkan dana 5 Triliun untuk menekan bahaya kerugian yang akan dialami oleh negara terkait gerakan tinggal di rumah. Selain itu, banyak pelajar harus belajar secara pribadi ataupun online dari rumah. Tentu ini sangat berpengaruh pada keuangan dan perekonomian masyarakat sederhana.
Lalu pertanyaan kita adalah ke mana arah dana desa selama pandemi COVID 19 ? pertanyaan ini adalah pertanyaan gugatan bagi para pemangku kekuasaan di desa. Sejauh ini, desa adalah tempat yang paling aman dan nyaman untuk sejenak berteduh dari ancaman pandemi COVID 19. Lalu dana desa hendak diapakan dan mau dikemanakan? Kita sedang dalam masa kabung nasional dan semesta. Maka pengelolaan dana desa harus dilakukan secara bijak dan benar agar kita tidak mencari perkara baru setelah pandemi ini berlalu.
Dana Desa dan Stok Pangan
Untuk saat ini persoalan pangan menjadi isu penting sebab, ketika dunia sedang dalam ketakutan akan bahaya Pandemi, geliat perekonomian menjadi terhambat. Maka pemerintah dan aparatur desa harus mengolah dana desa untuk menyediaka stok pangan guna menghadapi persoalan kelaparan yang bisa saja menlanda ketika pandemi ini benar-benar sudah masuk sampai ke desa-desa. Para pemipin desa juga harus segera memfasilitas para pekerja agar boleh menghasilkan panenan yang berlimpah agar stok pangan mencukupi. Mengingat saat ini NTT sedang dalam tahap menuju zonah bahaya COVID 19.
Dana desa harus benar-benar tepat sasaran sebab ini adalah soal kemanusiaan. Kita harus menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Nama kita akan dikenang bila kita sungguh-sungguh menekan ego dan meningkatkan kepentinga bersama. Saat ini perekonomian negara sedang anjlok oleh sebab itu sebagai pemipin d daerah khususnya di desa-desa, harus bekerja transparan sehingga kesejahteraan dapat segera terwujud. Dengan demikian arah dana desa jelas untuk kepenting umum dan bukan kepentingan pribadi kita masing-masing.
Lalu pertanyaan kita adalah ke mana arah dana desa selama pandemi COVID 19 ? pertanyaan ini adalah pertanyaan gugatan bagi para pemangku kekuasaan di desa. Sejauh ini, desa adalah tempat yang paling aman dan nyaman untuk sejenak berteduh dari ancaman pandemi COVID 19. Lalu dana desa hendak diapakan dan mau dikemanakan? Kita sedang dalam masa kabung nasional dan semesta. Maka pengelolaan dana desa harus dilakukan secara bijak dan benar agar kita tidak mencari perkara baru setelah pandemi ini berlalu.
Dana Desa dan Stok Pangan
Untuk saat ini persoalan pangan menjadi isu penting sebab, ketika dunia sedang dalam ketakutan akan bahaya Pandemi, geliat perekonomian menjadi terhambat. Maka pemerintah dan aparatur desa harus mengolah dana desa untuk menyediaka stok pangan guna menghadapi persoalan kelaparan yang bisa saja menlanda ketika pandemi ini benar-benar sudah masuk sampai ke desa-desa. Para pemipin desa juga harus segera memfasilitas para pekerja agar boleh menghasilkan panenan yang berlimpah agar stok pangan mencukupi. Mengingat saat ini NTT sedang dalam tahap menuju zonah bahaya COVID 19.
Dana desa harus benar-benar tepat sasaran sebab ini adalah soal kemanusiaan. Kita harus menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Nama kita akan dikenang bila kita sungguh-sungguh menekan ego dan meningkatkan kepentinga bersama. Saat ini perekonomian negara sedang anjlok oleh sebab itu sebagai pemipin d daerah khususnya di desa-desa, harus bekerja transparan sehingga kesejahteraan dapat segera terwujud. Dengan demikian arah dana desa jelas untuk kepenting umum dan bukan kepentingan pribadi kita masing-masing.
Dana Desa dan Akses Pendidikan
Pandemi COVID 19 telah merusak segala tantanan yang ada. Gerakan belajar dari rumah bukan tanpa biaya. Justru saat ini pengeluaran para pelajar jauh melampaui batas kemampuan orang tua. Setiap minggu seorang mahasiswa harus menghabiskan Rp. 55.000 untuk membeli pulsa data guna mengikuti kuliah online. Bisa kita hitung setiap minggu harganya demikian lalu dalam sebulan berapa yang harus dikeluarkan. Kita ingat juga ada biaya indekos, dan makan minum. Situasi saat ini memaksa kita untuk melakukan kebijakan yang membangun tertutama bagi keluarga sederhana yang sedang menyekolahkan anak-anak mereka. Biaya untuk pendidikan sejauh ini tidak terpikirkan sebab kasus pandemi telah menutup semua persoalan lain. Pendidikan saat ini merana khusus para mahasiswa di kota.
Kita harus mempertimbangkan juga ke sana. Tulisan ini bukan untuk meminta pemerintah desa untuk membiayai pendidikan di perguruan tinggi tetapi situasi kita saat ini sangat mendesak kita untuk mengambil langkah kongkri dalam menekan penderitaan rakyat kecil yang sedang menyekolahkan anak-anak mereka di kota-kota yang sedang terpapar pandemi ini. Kuliah online tidaklah mudah seperti yang kita pahami. Biaya lebih mahal dari pada kuliah harian biasa sebelum pandemi. Jadi dana desa bisa juga sebagian dialokasikan bagi para mahasiswa yang sedang mengeyam pendidikan di kota. Atau sekurang-kurangnya setiap mahasiswa dari desa harus diringankan secara finansial khususnya pulsa data.
Kesehatan
Selain persoalan pendidikan, ada pula persoalan kesehatan. Dana desa harus juga digunakan untuk menyediakan fasilitas untuk bisa mengatasi kesulitan akses bagi masyarakat kecil. Saat ini yang menjadi soal di desa-desa adalah DBD. Persis pada poin ini, kita harus bijak mengolah dana desa agar masyarakat desa benar-benar sehat melalui pelayanan kesehatan dari desa. Dana desa juga harus digunakan untuk membangun infrastruktur kesehatan seperti polindes dan klinik desa. Sehingga masyarakat desa tidak perlu membuang biaya ke kota untuk berobat.
Kita tidak boleh memfokuskan pembangunan pada hal-hal yang bersifat material. Seperti yang sudah disinggung di atas, maka perlu juga pembangunan kesehatan manusia sebab nilai manusia jauh lebih mahal dari pada pembangunan-pembangunan fisik lainnya. Membangun secara fisik itu baik tetapi bagaimana kita terus membangun tetapi masyarakat tidak sehat. Kesehatan masyarakat juga tergantung dari konsumsi yang mereka miliki. Air yang kotor membuat kita tidak sehat. Oleh sebab itu, sumur bor harus diadakan di desa-desan agar masyarakat sehat dan bersih. Bijak mengolah dana desa, harum nama di masyarakat, pahala besar di surga.
Penulis : Yohanes Adrianus Siki
Pandemi COVID 19 telah merusak segala tantanan yang ada. Gerakan belajar dari rumah bukan tanpa biaya. Justru saat ini pengeluaran para pelajar jauh melampaui batas kemampuan orang tua. Setiap minggu seorang mahasiswa harus menghabiskan Rp. 55.000 untuk membeli pulsa data guna mengikuti kuliah online. Bisa kita hitung setiap minggu harganya demikian lalu dalam sebulan berapa yang harus dikeluarkan. Kita ingat juga ada biaya indekos, dan makan minum. Situasi saat ini memaksa kita untuk melakukan kebijakan yang membangun tertutama bagi keluarga sederhana yang sedang menyekolahkan anak-anak mereka. Biaya untuk pendidikan sejauh ini tidak terpikirkan sebab kasus pandemi telah menutup semua persoalan lain. Pendidikan saat ini merana khusus para mahasiswa di kota.
Kita harus mempertimbangkan juga ke sana. Tulisan ini bukan untuk meminta pemerintah desa untuk membiayai pendidikan di perguruan tinggi tetapi situasi kita saat ini sangat mendesak kita untuk mengambil langkah kongkri dalam menekan penderitaan rakyat kecil yang sedang menyekolahkan anak-anak mereka di kota-kota yang sedang terpapar pandemi ini. Kuliah online tidaklah mudah seperti yang kita pahami. Biaya lebih mahal dari pada kuliah harian biasa sebelum pandemi. Jadi dana desa bisa juga sebagian dialokasikan bagi para mahasiswa yang sedang mengeyam pendidikan di kota. Atau sekurang-kurangnya setiap mahasiswa dari desa harus diringankan secara finansial khususnya pulsa data.
Kesehatan
Selain persoalan pendidikan, ada pula persoalan kesehatan. Dana desa harus juga digunakan untuk menyediakan fasilitas untuk bisa mengatasi kesulitan akses bagi masyarakat kecil. Saat ini yang menjadi soal di desa-desa adalah DBD. Persis pada poin ini, kita harus bijak mengolah dana desa agar masyarakat desa benar-benar sehat melalui pelayanan kesehatan dari desa. Dana desa juga harus digunakan untuk membangun infrastruktur kesehatan seperti polindes dan klinik desa. Sehingga masyarakat desa tidak perlu membuang biaya ke kota untuk berobat.
Kita tidak boleh memfokuskan pembangunan pada hal-hal yang bersifat material. Seperti yang sudah disinggung di atas, maka perlu juga pembangunan kesehatan manusia sebab nilai manusia jauh lebih mahal dari pada pembangunan-pembangunan fisik lainnya. Membangun secara fisik itu baik tetapi bagaimana kita terus membangun tetapi masyarakat tidak sehat. Kesehatan masyarakat juga tergantung dari konsumsi yang mereka miliki. Air yang kotor membuat kita tidak sehat. Oleh sebab itu, sumur bor harus diadakan di desa-desan agar masyarakat sehat dan bersih. Bijak mengolah dana desa, harum nama di masyarakat, pahala besar di surga.
Penulis : Yohanes Adrianus Siki